Semalam di Bukit Kubu Hotel, diantara Ritmis Gerimis dan Aura Mistis

Semalam di Bukit Kubu Hotel, diantara Ritmis Gerimis dan Aura Mistis - Hari sudah petang ketika kami berbelok ke Bukit Kubu, Selasa 29 Desember 2015 lalu. Kabut menyelimuti pucuk-pucuk pinus dan mendung mengaburkan cerah pukul lima. Tetapi masih tampak beberapa keluarga duduk di atas hamparan tikar, segelintir orang bermain layang dan di jalanan yang membelah bukit, beberapa kuda masih ceria bercengkrama dengan penunggangnya.

Bukan suatu kesengajaan bila kami berbelok ke Hotel Bukit Kubu petang itu. Sebenarnya tujuan kami adalah kota Berastagi untuk mencari budget hotel semacam cottage atau  guest house. Tapi entah kenapa, ketika melintas Bukit Kubu, spontan saya buka suara.

"Belok, Yah, belok. Cobain hotelnya yuk. Memang agak mah---"

Belum juga selesai ngomong si Babe udah belok aja. Nah biasanya, pengunjung Bukit Kubu dikenakan tarif Rp.100.000 per mobil dengan fasilitas selembar tikar dan satu buah layangan. Tetapi karena Babe mengatakan akan ke hotel, maka petugas di portal sekuriti membebaskan kami dari biaya tersebut. Saat Babe menuju resepsionis, baru saya menyadari, "Lah, ini hotel konon mahal, kenapa tadi ngajak kesini sih?!"
Bukit Kubu Hotel
Memang kadang-kadang saya suka cari perkara. Sebab olala, bukan agak mahal seperti diduga tapi beneran mahal karena (kata Babe) nggak ada  kamar standar yang tersisa. Mana Babe main langsung OK tanpa ngobrol terlebih dahulu. Ya sudah daripada mulas mikirin dompet bobol, langsung saya nurunin barang dan whua... agak surprise setelah di dalam.

Ternyata, baru ngeh bangunan hotel adalah bangunan peninggalan Belanda yang kokoh, tinggi, banyak kaca dengan furniture serbajati yang antik. Kamar kami adalah sebuah kamar besar dengan doubel bed, dua nakas, lemari baju empat pintu yang sangat besar, satu buah televisi, dan cermin besaaar sekali yang bingkainya berukir indah. Sayang tak satupun sudut kamar yang sempat saya abadikan. Lain waktu, kapan-kapan, tapi nggak janji ya hehe...

Ada sebuah ruang santai yang dipisahkan pintu geser dari kamar. Ruang santai ini berisi dua kursi santai berbusa dan satu buah kursi jati panjang. Ruang ini berdinding kaca dan menghadap ke padang rumput yang memanjakan mata. Walau bangunan tua ini sempat membuat bulu kuduk meremang, keceriaan kembali mengambang karena anak-anak langsung heboh minta main layangan.

Sebagai tamu hotel kami juga mendapat fasilitas tikar dan satu buah layangan. Saat kami selesai urusan barang di kamar, waktu sudah hampir setengah enam. Langit yang kelabu masih berhias beberapa layangan dan anak-anak tergoda untuk lekas coba berlarian di bukit rumput yang mulus bak permadani. Baru sesaat kaki merasakan kelembutan rumput, hujan turun membekukan kegembiraan. Layang-layang turun dan langit seketika hampa. Pengunjung pergi satu persatu. Menyisakan tamu hotel yang beringsut ke kamar masing-masing. 
Bukit Kubu Hotel
Anak-anak mandi air hangat. Walau hotel tua, water heater Bukit Kubu sangat baik bekerja. Nah jadi ingat, kami juga diberi satu termos besar air panas dengan dua buah gelas. Air panas ini kami pergunakan melunakkan mi instan dalam gelas keesokan paginya. Kembali ke Selasa Malam itu, selepas  magrib, Tyo si anak tengah berteriak lapar. Bukit Kubu Hotel tidak memiliki restoran sehingga kami memutuskan mencari makan malam di kota Berastagi. Hanya sekitar lima menit mobil berjalan lambat dan kita sudah sampai Berastagi yang malam itu, aduhai lalu lintasnya semrawut sekali. Polisi berjas hujan kelihatan betul peningnya karena sebentar-sebentar menyemprit peluit.

Sebagai muslim, kami agak was-was apakah akan menemukan warung/resto yang halal, minimal warung Padanglah. Tapi ternyata nggak susah menemukan warung berlabel "muslim". Dan kami, karena terlalu lapar dan malas berpikir, akhirnya masuk saja ke sebuah rumah makan Garuda Muslim yang yah, lumayanlah. Lumayan bikin saya hilang nafsu makan karena menu standar warung Padang yang sudah dingin sementara tubuh butuh kehangatan hehehe... Beruntung anak-anak tak menolak walau kelihatan juga hilang selera. Tambah beruntung lagi, setelah keluar RM itu, ternyata ada warung tenda tak jauh dari sana yang menjual ikan bakar. Maka saya memesan seporsi nila bakar untuk dibungkus. Sementara Babe membeli durian tiga biji.

Sampai hotel Bukit Kubu Babe langsung belah durian sementara saya dan Kak Ririn kongsi nila bakar yang lezat. Ketika lambung sudah stabil, maka tak ada pilihan lain kecuali berdiam di balik selimut. Dan karena kami berlima, maka sebuah selimut tebal milik hotel tak mencukupi. Dan saya sukses menggigil. Tanpa pendingin ruang, suhu di Bukit Kubu saya taksir di bawah 18 derajat malam itu. Dingin banget pokoknya. 

Walau di luar gerimis, Babe ringan hati berjalan ke resepsionis yang berada di gedung terpisah untuk meminjam selimut tambahan. Dan Beruntung (lagi), tak hanya selimut, Babe juga kembali dengan bantal tambahan. Padahal, dari rumah kami sudah membawa dua bantal. Gerimis yang dingin dibalut hening menjadi pengantar tidur paling sempurna. Kecuali Sulthan (2th), putra bungsu kami yang tak kunjung terlelap bahkan walau sudah lama diberi ASI. Matanya memang terpejam, tapi dari bibirnya terdengar serupa racau atau igau yang sungguh membuat resah hati.

Hampir pukul dua belas saat saya akhirnya membangunkan Babe. saya mulai dirambati takut oleh lintasan pikiran yang bukan-bukan. Semacam cerita-cerita mistis rumah tua dan mahluk halus noni Belanda. Namun ketika Babe mengajak Sulthan bermain, batita itu tertawa-tawa. Tetapi begitu ngantuk melanda ia resah dan enggan memejamkan mata. Saya sudah berpikir kemungkinan malam itu juga untuk check out dan mencari penginapan lebih nyaman untuk bayi. Alhamdulillah Sulthan tenang setelah dingajikan Babe. Dan karena Babe juga mengantuk, maka bacaan Alquran kami pasang dari iPhone dan baru dimatikan ketika subuh. Alhamdulillah, dompet selamat dari kebobolan karena harus pindah penginapan. Hya curhat :)

Pagi yang gigil di Hotel Bukit Kubu, anak-anak langsung menyeduh mi selesai subuh. Matahari lagi-lagi berlindung di antara gumpalan awan-awan kelabu, membuat hari lama benderang. Tapi anak-anak kadung tak sabaran. Babe mengajak berkeliling anak-anak dan menemukan ibu penjual nasi udhuk (nasi lemak/gurih) dan lontong sayur di sebelah kantin Bukit Kubu. Babe langsung menginstruksikan saya untuk menutup laptop. Wah, saya terlihat sok sibuk dan wanita karir sekali ya? :D Padahal aslinya saya (terpaksa) menggotong-gotong laptop dari rumah karena harus membereskan satu naskah novel untuk lomba yang harus terkirim 31 Desember. Jadi, mohon doanya semoga naskah itu tangguh dan menggetarkan hati juri, ya *iklan colongan..

Sepiring lontong sayur terasa sungguh nikmat. Secangkir teh hangat mengimbangi tamparan angin yang lolos dari dedaun pinus juga cemara. Perlahan, raja siang mulai garang menerobos awan. Saya membayar Rp.60.000 untuk dua piring lontong dan dua piring nasi berlauk ayam goreng. Sayang saya lupa harga secangkir teh yang dipesan terpisah di kantin. Tapi sepertinya tak lebih dari Rp.10.000.
Bukit Kubu Hotel
Anak-anak segera berlarian naik dan turun bukit. Saya memegang layang-layang yang akan diterbangkan Kak Ririn. Namun usahanya selalu gagal karena angin juga cuaca tak mendukung. Sebentar panas sebentar hujan. Cuacanya galau banget. Saya sarankan, jika ingin bermain layang di Bukit Kubu tanpa galau, datanglah di luar musim penghujan. Mungkin liburan kenaikan kelas saat Juni/Juli akan menjadi waktu yang tepat. Satu persatu mobil pengunjung Bukit Kubu berdatangan. Kami bergegas pada pukul sepuluh. Padahal sungguh, menghabiskan waktu di Bukit Kubu itu asyik banget. Tapi agaknya kami kurang beruntung kali ini.

Untuk sebuah kamar dan segala kesenangan yang saya tuliskan di atas, kami harus membayar Rp.850.000. Kaget? Ya, saya kemarinnya juga sempat kaget, tapi nggak apa-apa, ini  pengalaman dan Anda akan mengambil pelajaran hehe. Tapi tunggu sebentar, begini, sepulang dari Bukit Kubu, saya iseng googling mencari sejarah tempat ini. Dan saya tersesat pada situs Karosiadi. Saya bagi sedikit ceritanya, ya.

Jadi, asal mulanya, tanah Bukit Kubu ini turun temurun milik keluarga Purba yang petani jeruk, penuntun kuda dan kuli kereta di pasar Berastagi. Masa penjajahan Tahun 1910, tanah itu disewa oleh Batavische Petroleum  Maschapiij (BPM), sebuah perusahaan maskapai minyak Belanda. BPM mendirikan bungalow di sini, inilah awal berdirinya rumah peristirahatan di tanah ini. 

Tahun 1940, keluarga Purba tak ingin meneruskan sewa tanahnya tapi BPM memaksa. Setelah Indonesia merdeka, 1950, tanah itu direbut dari BPM oleh Komando Teritorial 1 Sumatera dan dijadikan Sekolah Tentara. Status tanahnya menjadi milik BPM yang dinasionalisasikan. 

Tahun 1959, Nelang, seorang pejabat perang daerah membeli tanah itu. Nelang membangun hotel 40 kamar dan lapangan golf. Dahulu, Tarif kamarnya mulai 40k-120k/malam. Dan dekade terakhir, Nelang yang dilawan keluarga Purba atas dasar memiliki tanah dengan cara melawan hukum, pada akhirnya kalah di depan hukum. Nelang harus mengembalikan tanah itu secara kosong. Dalam arti, lapangan golf dan hotel harus dibongkar.

Sampai di sini saya jadi berpikir, seandainya kisah ini benar, bahwa bangunan ex Bungalownya Belanda yang kami inapi sudah kembali ke tangan keluarga Purba yang petani jeruk sederhana itu, sepertinya tak berlebihan jika mereka memasang tarif mahal apalagi saat hight season. Bayangkan darimana mereka tetap menjaga rumput terpelihara bak permadani dan segala operasional Bukit Kubu jika tak membebankan pada tarif pengunjung? 

Haiiiz kumat idealis hehe. 

Yang jelas, piknik ke Bukit Buku baik menginap atau tidak, akan sama merefresh hati dan pikiran kita. Coba, Lemparlah pandanganmu sejauh pucuk-pucuk pinus yang menyentuh awan, dan rasakan kaki telanjangmu yang menginjak lembut rumput basah tersiram embun semalaman. Itu sangat luar biasa...
Bukit Kubu Hotel

Catatan Bila Anda Ingin ke Bukit Kubu Berastagi

  • Udara sangat dingin di keseluruhan Berastagi, bawalah baju hangat, bila perlu selimut jika Anda berniat menginap.
  • Jika hanya piknik seharian di Bukit Kubu, bawalah bekal makanan sendiri untuk menghemat pengeluaran. 
  • Kantin Bukit Kubu Hotel menyediakan pop mie, minuman kaleng dan snack.
  • Dari Medan, Bukit Kubu terletak di sisi kanan jalan, tak jauh setelah funland Mikie Holiday.
  • Jika menggunakan kendaraan umum dari pusat kota Medan, Anda harus menuju simpang Pos di Jalan Jamin Ginting. Di sana terdapat angkutan umum rute Medan-Berastagi-Kabanjahe.

Alamat Bukit Kubu Hotel:
Jalan Lintas Medan Berastagi
Telepon (0628) 91533

6 komentar untuk "Semalam di Bukit Kubu Hotel, diantara Ritmis Gerimis dan Aura Mistis"

  1. Balasan
    1. terima kasih kembali mbak,,,, dtunggu tulisan lainnya ya.. :D heheheh

      Hapus
  2. Thank you buat reviewnya! Aku dulu kecil sering kali kesini, tapi sudah bertahun2 tidak balik ke Medan. Aku takut sudah ga ada ini hotelnya... ternyata masih bisa nginep di bungalow ya... dulu sih di bungalow itu aku inget emang agak2 serem dikit kalo malem :P tapi aku tetap suka banget kalau diajak papa mama ke hotel ini. Kebunnya gede banget!

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahhh,,,, jadi sekarang udah tinggal dimana kak? iya masih ada penginapannya kok

      Hapus

# Silahkan Anda Berkomentar dengan Baik dan Sopan
# Pesan dilarang Mengandung SARA dan Spam
# Terima Kasih Telah berkunjung di MedanWisata.Com