Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan Samosir

Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan Samosir
Batu Kursi Raja Siallagan Samosir atau Batu Persidangan di Samosir - Berlanjut dari cerita sebelumnya yaitu dari Desa tomok dan tuktuk kini saya dan Karim pun melanjutkan perjalanan ke Kampung Siallagan yang terletak di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo , Pulau Samosir. Hanya memakan waktu sekitar 20 menit dari Tuktuk. Kini tibalah kami di Objek Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan "Stone Chair Of King Siallagan". Karena baru pertama kalinya ke Samosir khusunya di objek wisata ini, jadi tahu apa yang ada didalam, tanpa basa basi, sepeda motor pun saya parkirkan ditempat yang telah disediakan. Memasuki Gapura yang bertuliskan Huta Siallagan diatasnya, seraya disambut pula oleh seorang wanita yang meminta uang tiket masuk. Hanya Rp.2000/orang saja dan kita bisa menikmati semua acara yang di Objek Wisata Batu Kursi ini.

Luas Huta Siallagan sekira 2.400 m² dikelilingi tembok batu tersusun rapi setinggi 1,5 hingga 2 meter. Anda akan terkagum-kagum mengamati bagaimana perkampungan ini dikelilingi batu-batu besar disusun bertingkat secara rapi. Dulunya tembok tersebut dilengkapi bambu dan benteng ini berfungsi untuk menjaga perkampungan dari gangguan binatang buas maupun serangan suku lain. Perkampungan ini dibangun pada masa raja huta pertama yaitu Raja Laga Siallagan. Kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Huta Siallagan sejak dahulu dihuni marga Siallagan, yaitu turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isumbaon anak kedua Raja Batak. Keturunan Raja Siallagan sekarang masih berdiam di seputaran Desa Ambarita dan beberapa makam keturunannya pun bisa ditemukan di tempat ini. (sumber : www.indonesia.travel)
Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan Samosir
Memasuki Huta Siallagan, maka anda akan melihat 8 unit rumah batak berumur ratusan tahun yang memiliki  fungsi yang berbeda. Ada sebagai rumah raja dan keluarga dan ada sebagai tempat pemasungan. Ada sebuah Pohon yang sangat besar dan sudah berumur ratusan tahun tentunya sejak adanya perkampungan Siallagan ini. Tepat dibawah pohon besar, terdapat batu-batu berbentuk kursi yang mengelilingi meja batu. Ini lah yang disebut Batu Persidangan. Tempat untuk mengadili para pelaku kejahatan atau pelanggar hukum adat. Ada 2 lokasi batu persidangan, pertama yang dibawah Pohon besar tadi, ini adalah tempat rapat untuk menentukan apakah orang yang diadili benar bersalah atau tidak, yang Kedua tidak beberapa jauh dari lokasi pertama adalah Batu Persidangan untuk mengeksekusi orang yang benar-benar terbukti bersalah, dan tentunya adalah hukuman Pancung atau potong kepala.
Batu Persidangan Raja Siallagan Samosir
Di hari libur biasanya Objek Wisata Batu Kursi Raja Siallagan ini akan selalu ramai dikunjungi para wisatawan asing maupun lokal. Dan lebih serunya, kita bisa mendengar cerita tentang Batu persidangan di masa dulu dari guide yang ada disini, selain itu juga kita bisa menari tor-tor bersama-sama, dan tentunya tidak ada dipatok bayaran hanya sumbangan secara ikhlas dari setiap pengunjung. Saya Pun tertari untuk mendemgarkan cerita dan menari Tor tor bersama-sama. Ok. kami pun duduk ditempat yang telah tersedia untuk mendengarkan Kisah dari seorang guide tentang Huta Siallagan.

Huta artinya adalah kampung dan Siallagan adalah nama dari sebuah perkampungan sekaligus asal mula dari marga Siallagan. Kampung ini adalah dulunya berbentuk kerajaan yang dipimpin Raja Siallagan, terlihat adanya sebuah benteng batu yang mengelilingi kampung ini. Sedikit kisah tentang batu persidangan dan Awal mula konon katanya orang batak suka makan Orang. serammm yahh,.. Jika ada seorang pencuri atau penjahat yang tertangkap maka sebelum disidang ia akan dipenjara terlebih dahulu dengan cara dipasung hingga 1 bulan lamanya. kemudian setelah itu, sang tersangka akan disidang dihadapan Raja serta permasurinya, Tetua adat, tetangga dan undangan, serta datuk atau seorang dukun yang mengerti akan ilmu kebathinan pada saat itu. Setelah disidang orang yang bersalah akan menjalani hukuman.
Batu Persidangan Raja Siallagan Samosir
Jenis kejahatan yang dilakukan pun ada 2 yaitu ringan dan berat. Untuk kejahatan ringan bisa dikatakan seperti Mencuri. nah, jika pelaku melakukan pencurian dan dinyatakan bersalah dalam sidang, maka hukumannya hanya di penjara dan dipasung. Seberapa lama menjalani hukuman tergantung dari keluarga pelaku, bisa tidak menebusnya. Misalnya pelaku mencuri 1 ekor kerbau, maka keluarga harus menebus dengan cara menggantinya dengan 4 ekor kerbau agar pelaku bisa bebas. Kejahatan berat yang dilakukan seperti, membunuh, memperkosa, dan tentunya kejahatan ini tidak bisa diampuni dan hukumannya yaitu dipenggal kepalanya atau hukuman mati. Untuk hukuman mati, maka pelaku akan dibawa ke batu persidangan yang kedua, letaknya hanya 20 meter dari batu persidangan pertama.

Sebelum melanjutkan cerita bagaimana pelaku kejahatang yang dihukum mati akan di eksekusi, kami pun diajak guide tersebut untuk menari tor-tor bersama-sama dengan patung si gale-gale. Saya tidak mau ketinggalan, ikut juga mencoba menari Tortor. Sebelum menari, kita diharuskan memakai Ulos yang tersedia dan ikat kepala juga. Musik pun dimainkan,, ramai dan seru rasanya, pengalaman pertama menari tortor dengan sigale-gale juga dan berada diantara orang-orang yang tidak dikenal. Meski begitu tak ada yang merasa asing, seakan sudah saling mengenal diantara orang-orang yang menari.

Sekitar 10 menit berlalu dalam tarian, saatnya guide mengajak kami untuk mendengar lanjutan cerita di batu persidangan yang kedua. Semua telah duduk di sebuah kursi yang telah disediakan untuk mendengarkan cerita dari seorang guide. Setelah terdakwa dinyatakan dihukum mati, maka ia pun akan dibawa ke batu persidangan yang kedua untuk di eksekusi dihadapan raja serta orang-orang kampung yang hadir. Terdakwa pun harus membuka baju dan tangannya diikat kebelakang serta matanya ditutup dengan kain Ulos. Selanjutnya ia akan di beri makanan terlebih dahulu. Selanjutnya iya disuruh berbaring diatas sebuah batu. kemudian datang seorang datuk atau dukun yang mengerti akan ilmu-ilmu gaib saat itu, untuk memeriksa apakah, terdakwa memiliki ilmu kebal atau tidak. Caranya dengan mengiris badannya menggunakan sebuah pisau, jika setelah diiris tidak merasakan sakit dan tidak mengeluarkan darah, berarti terdakwa memang memiliki ilmu kebal, untuk itu harus dikeluarkan terlebih dahulu ilmu tersebut dari tubuhnya.  Kemudian datuk pun menggunakan tongkat sakti yang biasa digunakan raja untuk berkomunikasi dengan saudara jauh, mengobati orang lain, memanggil hujan dan sebagainya. Lalu sang datuk menari diiringi musik mengelilingi terdakwa sebanyak 7 kali sambil membaca mantra-mantra. Lalu tongkat tersebut di pukul-pukulkan ke terdakwa dari kepala hingga ujung kaki. Setelah itu dicoba kembali untuk diiris-iris lagi, jika sudah keluar darah, berarti ilmu kebal pun telah hilang, namun untuk lebih memastikannya lagi, datuk pun mengambil jeruk nipis lalu dibelah kemudian dioleskan ke luka terdakwa. Jika menangis, meringis teriak kesakitan sudah dipastikan ilmu kebalnya sudah tidak ada lagi. Selanjutnya dibawa ke batu eksekusi dengan badan telungkup, kepala diletakkan tepat di tengah batu yang melengkung kedalam. kemudian disediakan ember didepannya untuk menampung darah dan kepalanya. Dengan mengucapkan Horas...Horas...Horas.. sang algojo pun menebaskan pedangnya keleher dan kemudian kepala terdakwa pun terpenggal. Sang eksekutor atau algojo harus bisa memenggal kepala dalam sekali saja, jika dalam sekali tebasan pedang, kepala tidak putus, maka sang algojo lah yang akan menggantikan terdakwa untuk dipenggal.

Selanjutnya badannya kembali dinaikkan ke atas batu yang tadi sebelum dipenggal. Lalu badannya dibelah untuk diambil jantung serta hatinya, lalu dicincang jantung dan hati tersebut lalu dicampur darahnya, kemudian dibagi kepada raja dan lainnya. Karena dengan memakan itu, membuat mereka jadi bertambah kuat dan sakti. Kemudian badannya dibuang ke danau toba, lalu kepalanya digantung di gerbang masuk Huta Siallagan tadi, sebagai pengingat orang-orang agar tidak melakukan kejahatan lagi. Persidangan seperti ini, dilakukan karena pada saat itu belum adanya agama. Pada pertengahan abad ke-19 datanglah pendeta asal Jerman bernama Dr.Ingwer Ludwig Nommensen menyebarkan agama Kristen, dan akhirnya raja pun memeluk agama kristen dan tidak adalagi persidangan yang semacam tadi. Jadi, cerita jaman dulu yang mengatakan orang batak makan orang, emang benar ada, tapi tidak semua orang, hanya orang-orang yang berbuat kesalahan dan kejahatan.

Selesai sudah mendengar cerita tentang batu persidangan yang dijelaskan oleh seorang guide, kami pun beranjak pergi untuk melanjutkan perjalanan ketempat lain di Samosir. Diluar dari Huta Siallagan terdapat juga banyak kios yang menjual berbagai Souvenir, bagi anda yang ingin berbelanja silahkan lihat-lihat. Demikianlah cerita tentang Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan Samosir, tunggu kelanjutan cerita lain saat kami berada di Samosir dalam sehari,, semoga bermanfaat..

Posting Komentar untuk "Wisata Budaya Batu Kursi Raja Siallagan Samosir"